SERANG- Lembaga Sensor Film (LSF) Indonesia mengadakan kegiatan literasi dan edukasi tentang perfilman dan penyensoran di Hotel Horizon Ultima Ratu Serang pada Kamis (20/6/2024). Acara ini dihadiri oleh 50 peserta, termasuk perwakilan dinas, mahasiswa, dosen, guru, komunitas film dan seni, dan lain sebagainya.
Tujuan kegiatan ini adalah untuk mensosialisasikan peraturan perundang-undangan terkait perfilman dan penyensoran kepada masyarakat. Hal ini penting agar masyarakat dapat memilih dan menikmati film yang bermutu, memahami pengaruh film dan iklan film, serta mengetahui pedoman pembuatan film yang baik.
Ketua Komisi I LSF RI, Nasrullah, menyampaikan bahwa kegiatan ini rutin dilakukan setiap tahun di berbagai daerah. “Tujuannya supaya para sineas, mahasiswa, atau civitas akademika yang konsen di bidang kebudayaan dan film bisa tersosialisasi UU Nomor 33 tentang Perfilman dan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2014 tentang Lembaga Sensor,” ujarnya.
Dalam kegiatan ini, para peserta mendapatkan materi tentang berbagai hal terkait perfilman dan penyensoran, seperti:
- Penggolongan usia penonton film dan kriteria sensor film
- Panduan pembuatan film yang baik, bermutu, dan layak untuk dipertunjukkan kepada masyarakat
- Proses penyensoran film oleh LSF
- Sanksi bagi yang menayangkan film tanpa lulus sensor
Sebagai informasi, LSF telah menyensor 41.500 judul film nasional maupun film impor sepanjang tahun 2023. Film-film yang telah lulus sensor ini dapat ditayangkan di bioskop, TV, jaringan informasi, dan CD.
LSF mengimbau masyarakat untuk menonton film yang sudah lulus sensor. Surat tanda lulus sensor (STLS) dari LSF merupakan hal yang wajib sebelum film disebarkan kepada khalayak umum.
“Sanksi pidananya 4 tahun penjara dan denda Rp2 miliar kalau dia menampilkan film tanpa ada tanda lulusan sensor,” jelas Nasrullah.
Dengan adanya literasi dan edukasi ini, diharapkan masyarakat dapat lebih memahami pentingnya sensor film dan memilih film yang tepat untuk ditonton.