SERANG-Banten memasuki masa pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang akan berlangsung November 2024 mendatang.
Beberapa calon kandidat dan spanduk sudah mulai seliweran di jalanan. Lantas bagaimana kira-kira perspektif para calon kepala daerah ini dalam pemajuan kebudayaan?
Kumpulan seniman dan pemerhati kebudayaan yang tergabung dalam Komunitas Teater Guriang merasakan keresahan terkait pelestarian kebudayaan daerah.
Terlebih dalam kontestasi politik, sejauh mana para calon kepala daerah peduli terhadap kebudayaan dan memasukan kebudayaan dalam ranah pembangunan daerah khususnya di Banten.
Untuk menjawab itu, Teater Guriang menggelar Dialog Kebudayaan dengan tema “Kebudayaan sebagai Strategi Pembangunan Daerah” Di Amphiteater Guriang Indonesia RT 06 RW 05 Kampung Alun-alun, Desa Warunggunung, Kecamatan Warunggunung, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, Sabtu 29 Juni 2024.
Andra Soni selaku Ketua DPRD Provinsi Banten sekaligus calon kandidat Gubernur Banten 2024 yang dipasangkan dengan Dimyati turut hadir sebagai narasumber. Hadir pula narasumber lainnya yaitu Wahyu Arya selaku jurnalis senior.
Wahyu mengatakan dalam sesi diskusi itu bahwa Provinsi Banten memiliki tantangan tersendiri dalam pemajuan kebudayaan yang tertuang dalam Pokok-pokok Pikiran Kebudayaan.
Tantangan tersebut diantaranya, kebudayaan seringkali dijadikan objek yang tidak melibatkan unsur-unsur pelaku di dalamnya sehingga peran pemerintah kemudian menggeser pelaku-pelaku kebudayaan di dalamnya
“Jadi eksekusinya bukan dinas tapi melibatkan peran serta komunitas,” ucapnya.
Kurangnya interaksi antar budaya yang beredar di masyarakat yang menunjang pemanfaatan objek pemajuan kebudayaan dan cagar budaya.
Kemudian kurangnya pengelolaan kekayaan wawasan Budaya tradisional untuk menjawab permasalahan lingkungan.
Belum optimalnya pemanfaatan objek pemajuan kebudayaan dan cagar budaya untuk membangun karakter bangsa dan identitas budaya.
Belum optimalnya pemanfaatan ekonomi kreatif atau objek pemajuan kebudayaan dan cagar budaya.
Kurang efektifnya mekanisme kontrol masyarakat terhadap kebijakan budaya yang diambil pemerintah daerah (Pemda).
Belum adanya sistem data terpadu bidang kebudayaan yang menghubungkan pusat data milik pemerintah dan masyarakat.
Masih lemahnya regenerasi pelaku ahli pemerhati objek pemajuan kebudayaan dan cagar budaya, serta belum terwujudnya akses sarana dan prasarana kebudayaan.
Andra Soni menyampaikan, budaya tidak melulu terkait seni pertunjukan, seni bangunan dan benda peninggalan.
Menurutnya, budaya bukan sesuatu yang mati. Budaya akan terus berkembang seiring dengan berkembangnya akal.
“Budaya tumbuh karena budaya akal budi, terutama adalah bagaimana pembangunan berbasis kebudayaan dan berbasis akal budi seperti budaya malu yang harus kita kedepankan dan lainnya,” ucapnya.
Berbicara soal pembangunan berbasis kebudayaan, di era kepemimpinan Andra, DPRD Provinsi Banten sudah mensahkan Perda Pemajuan Kebudayaan.
“DPRD sudah menyelesaikan Perda Pemajuan kebduayaan Provinsi Banten sebagai perda inisiatif DPRD. DPRD mencoba merespon sebuah kebijakan berupa undang-undang pemajuan kebudayaan kemudian ditindaklanjuti, hanya saja belum ada pergubnya jadi belum bisa dilaksanakan secara detail,” paparnya.
Menurut Andra, membuat Perda Pemajuan Kebudayaan yang menurutnya sebuah kemajuan, namun nyatanya masih prematur.
“Diskusi model seperti ini harus terus kita kembangkan dan harus berkelanjutan izinkan saya keliling-keliling untuk mendengarkan dan tagih janji saya bilamana Tuhan menghendaki saya jadi gubernur, ini akan memperkaya akal budi saya,” ujarnya.
Andra menambahkan, apa yang menjadi kegelisahan para pemerhati kebudayaan di Banten dalam konteks pembangunan berbasis kebudayaan semoga bisa terwujud di masa kepemimpinan siapapun.
Selaku ketua partai DPD Gerindra Banten, Andra mengatakan bisa mendorong anggotanya untuk menyuarakan kegelisahan para pemerhati budaya, seniman dan lainnya dalam pemajuan kebudayaan.
“Semoga apa yang menjadi kegelisahan teman-teman terkait dengan pembangunan berbasis kebudayaan itu bisa diwujudkan di masa siapapun,” tuturnya.
“Nanti insya Allah saya masih ketua partai, saya masih bisa dorong anggota-anggota saya untuk menyuarakan apa yang menjadi kegelisahan teman-teman, tapi saya berharap juga teman-teman bisa melakukan diskusi- diskusi yang lebih melibatkan banyak orang dan kemudian menjadi sebuah kesimpulan,” sambungnya
Saat ini, Andra Soni berduet dengan Dimyati Natakusumah sebagai bakal calon di Pilgub Banten pada Pilkada 2024.
Menurut Andra menyisipkan kebudayaan dalam visi misi tidak bisa dilakukan sendiri dan harus menghimpun pandangan pimpinannya serta informasi dari masyarakat.
“Tantangannya adalah saya sekarang bakal calon setelah bakal calon kalau memang sudah jalannya ke sana, maka namanya visi misi tidak bisa disusun sendiri, saya pengen tahu juga bagaimana visi misi pak Dim (Dimyati) terkait kebudayaan dan bagaimana pandangan pimpinan saya terhadap kebudayaan dan bagaimana juga informasi dari masyarakat tentang kebudayaan,” jelasnya.
“Jika semua serapan itu menjadi judul tersendiri maka visi misinya akan tebal sekali, tapi saat semua yang kita serap ini menjadi satu konklusi, menjadi sebuah kesepakatan kesadaran kolektif bahwa ini akan kita perjuangkan maka dari itu saya harus banyak keliling-keliling,” sambungnya.
Pendiri Teater Guriang, Dede Majid mengatakan kebudayaan harus hidup dalam jiwa-jiwa masyarakat, birokrasi pemerintahan, strategi pembangunan, birokrasi politik, masyarakat dan lainnya.
Dede menjelaskan, bagaimana payung hukum regulasi dan kebijakan itu menjadi bagian dari visi calon kepala daerah.
“Konsep adil iya, banyaknya kebudayaan, bandara internasional dan kekayaan industri lainnya di Banten tapi kebudayaan tidak menjadi dorongan utama dari CSR dan itu harusnya dijalankan oleh legislatif, dikontrol, bagaimana regulasi, payung hukum,” kata Dede.
“Perda pemajuan kebudayaan aga prematur karena ada tahapan yang terlewati, bicara soal Perda ada Pokok pikiran kebudayaan daerah harusnya 4 kota/kabupaten diselesaikan dulu PPKD-nya karena itu akan menjadi permasalahan yang digulirkan setiap daerah dan itu yang terlewati,” sambung Dede.
Andra turut menanggapi bahwa dalam UU Pemajuan Kebudayaan sudah ditindaklanjuti dengan Perda Pemajuan Kebudayaan Banten, hanya saja Pergubnya belum.
“Kita ada hiring dan ruang revisi Perda, banyak Perda kita berhenti sampai di Gubernur,” kata Andra.
“Perda itu harus ada Pergub turunannya yang kemudian itulah yang menjadi dasar opd-opd yang membinanya, hal tersebut yang punya kewenangan di bidang untuk menurunkannya menjadi sebuah program dan kemudian menjadi kegiatan dan lainnya, banyak porda-perda kita setelah selesai di DPRD itu berhenti sampai di Gubernur,” jelasnya.
Karena itulah, Andra tergerak untuk mencalonkan diri sebagai kepala daerah, bukan tanpa alasan dan bukan pula hanya sekadar keinginan.
“Nah itulah Salah satu alasan kenapa saya ingin masuk dalam posisi ini bukan sekedar keinginan, dalam perjalanan saya 5 tahun menjadi ketua DPRD ini, saya melihatnya eksekusi-eksekusi dari yang semua yang menjadi kewenangan DPRD termasuk Perda salah satunya itu belum dilaksanakan sehingga deliverynya nggak dapat sebatas gugur untuk membuat Perda saja,” terang Andra.
“Karena itu, maka tolong isi kepala saya agar saya bisa memahami apa tujuan diskusi ini bagaimana harapan pemerhati budaya, pelaku budaya terkait pembangunan atau kebijakan berbasis kebudayaan,” ujarnya.