Bantenterkini.com – Layanan kesehatan primer di Puskesmas atau Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) sebagai ujung tombak layanan kesehatan di masyarakat, memiliki peran yang sangat penting.
Puskesmas atau FKTP, diharapkan berperan dalam penyediaan layanan kesehatan jiwa yang terpadu dengan layanan kesehatan umum.
Untuk itu, dalam mendukung gerakan Banten Bebas Pasung, Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Banten melaksanakan kegiatan pelayanan kesehatan jiwa di FKTP. Dan salah satu Puskesmas yang dipilih, adalah Puskesmas Bangkonol, Kecamatan Koroncong, Kabupaten Pandeglang.
Kepala Puskesmas Bangkonol, Sri Suhartini mengatakan, bahwa kegiatan tersebut sebagai upaya peningkatan kapasitas dan kompetensi tenaga kesehatan agar dapat menunjang kualitas pelayanan kesehatan terutama layanan kesehatan jiwa.
“Kegiatan ini diharapkan, dapat memberikan pencerahan kepada seluruh tamu undangan yang hadir dan juga masyarakat, agar bagaimana memperlakukan orang dengan masalah kejiwaan atau gangguan jiwa,” ungkapnya, Jum’at (22/3/2024).
Dirinya menambahkan, jika kegiatan pelayanan kesehatan jiwa tersebut dihadiri oleh Dokter Spesialis Kejiwaan dari Dinkes Provinsi Banten, Psikolog dari Rumah Sakit Umum Berkah, dan Kepala Seksi PTM Dinkes Kabupaten Pandeglang.
“Kami juga mengundang anggota dari Polsek setempat, Lintas Sektor (Lintor), TKSK, serta Kader, untuk dilakukan edukasi atau penyuluhan tentang pelayanan kesehatan jiwa,” kata Sri.
Sri menerangkan, bahwa dalam upaya memberikan pelayanan kesehatan jiwa bagi Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ), Puskesmas Bangkonol juga melakukan kunjungan ke rumah orang dengan gangguan jiwa di wilayah kerjanya.
“Tim kami lalu melakukan pelayanan kesehatan kepada sepuluh orang ODGJ di Puskesmas. Kemudian memeriksa kesehatan salah satu ODGJ dengan mendatangi rumahnya di Desa Paniis, Kecamatan Koroncong. Diharapkan melalui kegiatan ini, kualitas hidup ODGJ menjadi lebih baik, keluarga dan masyarakat dapat berpartisipasi dengan pro aktif, serta lintas sektoral dapat bekerjasama dengan baik,” ucapnya.
Ia mengakui, jika peningkatan kualitas hidup ODGJ juga semakin sulit dilakukan karena masih rendahnya pengetahuan keluarga ODGJ dan masyarakat mengenai isu kesehatan jiwa.
Selain itu masih kurangnya pengetahuan serta motivasi dari keluarga untuk lebih peduli terhadap ODGJ sehingga pengawasan maupun pengontrolan dalam patuh minum obat masih rendah,” terang Sri.
“Untuk itu perlu peran serta keluarga, lintas sektoral, kader, dan juga warga masyarakat, dalam pendampingan ODGJ sangatlah dibutuhkan,” ujarnya.***