“Bangsa ini masih harus berjuang agar benar-benar merdeka. Gotong royong dan musyawarah makin langka, dan itu mengancam persatuan,” ujarnya.
Menutup paparannya, Tosriyadi mengajak para pemimpin untuk bersatu dan kembali pada cita-cita kemerdekaan. Ia menekankan pentingnya pendidikan yang adil, pemimpin yang menjadi teladan, serta komitmen pada UUD 1945, budaya, dan nilai-nilai agama.
Sementara itu, Abah Elang Mangkubumi, pimpinan Padepokan Majelis Dzikir Bumi Alit Padjadjaran, menyatakan bahwa haul dan dialog kebangsaan ini bertujuan untuk mengingatkan para pemegang kekuasaan agar serius menyelesaikan persoalan mendasar bangsa: kemiskinan, pengangguran, dan degradasi moral.
“Solusinya, kembali ke prinsip perjuangan Bung Karno. Prinsip itu yang dulu berhasil memerdekakan bangsa ini,” ujar Abah Elang.
Terkait doa lintas agama, ia menyebutnya sebagai simbol kebhinekaan yang dulu dirajut Bung Karno dengan semangat Bhinneka Tunggal Ika.
“Doa bersama ini menegaskan bahwa Bung Karno bukan milik satu golongan atau partai, tetapi milik seluruh rakyat Indonesia,” tambahnya.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua DPD PDIP Banten, Ade Sumardi, menyoroti pencabutan TAP MPRS Nomor 33 Tahun 1967 pada 2024 sebagai langkah pelurusan sejarah dan pemulihan nama baik Bung Karno.
“Ini membuktikan bahwa tudingan soal keterlibatan Bung Karno dengan PKI adalah keliru. Tuduhan itu menyakitkan, bukan hanya untuk keluarga beliau, tetapi juga bagi seluruh anak bangsa,” tegas
Ade.Ia berharap tidak ada lagi tokoh besar bangsa yang dikorbankan oleh narasi yang tidak adil.***