SERANG- 34 pegiat dan komunitas budaya di Banten duduk melingkar bersama dalam sesi bincang sore yang dilaksanakan oleh Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilatah VIII, di Hiji Coffee Jalan Jayadiningrat, Kecamatan Serang, Kota Serang, Jumat (16/8/2024).
Diskusi tersebut membahas soal dana abadi Kebudayaan. Beberapa poin yang dikupas diantaranya: strategi perencanaan program dana Indonesiana, berbagi pengalaman penerima manfaat saat menjalani program, nonton hasil karya penerima manfaat, diskusi mengenai tahapan program dan persyaratan administrasi serta kiat-kiat membuat proposal yang menarik.
Berbagai komunitas dari beberapa wilayah di Banten yang sudah pernah mendapatkan bantuan dana abadi Kebudayaan berbagi pengalaman langsung untuk memotivasi para komunitas yang belum mendapatkan dana abadi Kebudayaan.
Pegiat budaya dari Komunitas Boeatan Tjibalioeng, Rizal Mahfud selaku penerima dana Indonesia, menjelaskan bahwa ada 9 kegiatan dalam dana Indonesiana yang bisa diikuti.
Beberapa diantaranya ada dukungan institusional bagi organisasi kebudayaan, dukungan perjalanan, pendayagunaan ruang publik, dukungan stimulan dokumentasi karya atau pengetahuan Maestro, penciptaan karya kreatif inovatif, kajian objek pemajuan kebudayaan (OPK), sinema mikro, beasiswa pelaku budaya, dan magang di Indonesia Centre Korea.
Seniman dan penerima dana Indonesiana, Putri Wartawati menambahkan, dia mendapatkan dana Indonesiana kategori pendayagunaan ruang publik.
Dalam proposal yang diajukannya membahas tentang jejak perjalanan lada, berlokasi di salah satu kampung di Kota Serang.
“Membahas seputar satu kampung dibuat galeri tapi tidak ada kurasi, semua warga diminta menggambar bebas tapi ada inklusivitas sehingga ada keterlibatan perempuan, temanya tentang jejak perjalanan lada dimana ibu-ibu berdagang lada dan narasinya dikumpulkan dari mulut ke mulut, senimannya tetap warga, saya undang ilustrator dan tur pamerannya masuk ke gang-gang warga dengan menerapkan kain yang ditempel di dinding rumah warga. Tidak mesti seniman yang turun tapi masyarakatnya yang turun sendiri,” ujarnya dalam sesi diskusi.
Putri juga membagikan pengalamannya terkait tip agar proposal yang diajukan dalam program dana Indonesiana dapat lolos yaitu kesesuaian antara judul dan isi serta pembahasannya tidak melebar kemana-mana.
“Saya dapat informasi dari pa Yudi Ahmad Tajudin salah satu panitianya bahwa rata-rata judul yang diajukan para komunitas bagus tapi isinya melebar kemana-mana dan tidak langsung pada intinya,” tuturnya.
“Pesannya anggaplah kita sedang menulis dan menuangkan gagasan pada orang awam yang bukan seniman, bagaimana seniman menjual produk dan akan didanai,” sambungnya.
Masih dijelaskan Putri, kebanyakan proposal Dana Indonesia yang lolos adalah kategori film karena bahasannya lugas dan taat dalam administrasi.
“Rata-rata yang lolos dana Indonesiana yang diterima adalah kategori film karena bahasanya lugas dan taat RAB,” jelasnya.
Sementara itu, Dede Masjid dari Teater Guriang Lebak sekaligus penerima Dana Indonesiana memberikan tip lainnya pada para komunitas dan pegiat budaya dalam memperisapkan diri untuk mendaftar program Dana Indonesiana tahun berikutnya.
Ia memgimbau agar para komunitas budaya memperbaiki portofolio, sistem administrasi dari mulai surat keluar, surat masuk, merekrut orang yang paham perihal administrasi untuk mengurus terkait pajak pasca ditetapkan dan mendapatkan Dana Indonesiana.
Setelah lolos, maka para penerima Dana Indonesiana tinggal menjalankan programnya.
Dijelaskan Majid, dana abadi kebudayaan turut mendanai apa yang dilakukan oleh komunitas dan pegiat budaya di seluruh Indonesia termasuk pengelola rumah budaya.
Setiap pengeluaran yang dihasilkan dari penggunaan anggaran akan dihitung pajak atau administrasinya sehingga hal ini harus diperhatikan dan dipersiapkan oleh masing-masing komunitas.
Jangan pernah berkecil hati, bahkan komunitas-komunitas besarpun turut mengajukan program ini sebagai penunjang dari kekaryaannya, namun yang menjadi pekerjaan rumah dan harus diselesaikan adalah sistem administrasinya.
Kepala BPK Wilayah VIII, Lita Rahmiati menegaskan, kendala administrasi yang dihadapi oleh para komunitas dan pegiat budaya dalam mengajukan dana Indonesiana tetap harus dilalui.
“Dana Kebudayaan sebagai filter bahwa penerima ini betul adalah orang yang melakukan pemajuan kebudayaan tapi untuk administrasi dan lainnya memang harus dilaksanakan,” paparnya.
Lita turut menambahkan agar proposal yang diajukan lolos maka perlu ada kreativitas, inovasi dan kesesuaian antara program yang diusulkan.
“Para reviewer, verifikatur biasanya akan menilai kreativitas, inovasi yang membuat eyecatching,” jelasnya.
Sebagai informasi, dana Indonesiana adalah kegiatan pendukungan berupa fasilitasi dana hibah yang diberikan melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) kepada perorangan, komunitas budaya dan lembaga atau organisasi kemasyarakatan yang bergerak di bidang kebudayaan.
Penerima bantuan pemerintah Dana Indonesiana persyaratannya telah diatur dalam petunjuk teknis (Juknis) dana Indonesiana.