JAKARTA-Aliansi Buruh dan Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak), Mendatangi Kementerian Tenaga Kerja (kemnaker) tuntut kenaikan upah buruh tahun 2025 sebesar 25-30%. Rabu, 20 November 2024.
Aksi unjuk rasa di depan kantor Kemnaker RI, buruh menuntut upah tahun 2025 adanya kenaikan karena biaya hidup tahun 2024 yang dinilai masih banyak kekurangan.
Adanya tuntutan kenaikan upah buruh untuk tahun 2025 sebesar 25-30% dilandasi atas banyaknya kebijakan ekonomi negara yang cenderung memproteksi lingkaran pengusaha semata tanpa melihat kondisi rakyat yang berada di bawah, khususnya kaum buruh.
Menurut Ketua Nasional SGBN M Yahya sekaligus juru bicara Gebrak menuturkan bahwa pemerintah harus memperhatikan kaum buruh dan jangan mementingkan para pengusaha.
“Pemerintah jangan selalu berpihak pada pengusaha saja. 4 tahun kaum buruh sudah sangat menderita karena tidak naik upahnya. Sekarang, wajar jika kita menutut upah tinggi. Ini juga buat kepentingan ekonomi Indonesia biar daya beli masyarakat bisa tinggi. Pengusaha juga untung jika upah naik karena barang mereka bisa di beli oleh buruh.”, terang M. yahya. Dalam keterangan yang diterima Bantenterkini.com Rabu 20 November 2024.
Dalam hal ini, Gebrak mengidentifikasi rendahnya nilai upah saat ini adalah akibat dari kurangnya komponen kebutuhan hidup layak yang kurang mencukupi kebutuhan riil buruh serta semakin berkurangnya dukungan material dari negara untuk kepentingan publik.
“ Dalam Survei Biaya Hidup 2022 yang telah dirilis oleh BPS, tercantum biaya hidup rumah tangga di Jakarta pada tahun 2018 mencapai Rp. 13.453.989,00 dan pada tahun 2022 mencapai Rp. 14.884.110,27. Sementara itu, nilai UMP Jakarta pada tahun 2018 mencapai Rp. 3.648.036 dan UMP pada tahun 2022 mencapai Rp. 4.641.854”.
Dalam aksi kali ini buruh tidak hanya menuntut kenaikan upah tahun 2025 saja, buruh pun mengajukan tuntutan perubahan perundang-undanganan. 31 Oktober 2024, Mahkamah Konstitusi memutuskan perkara terkait gugatan Judicial Review (JR) UU Cipta Kerja yang diajukan oleh beberapa Serikat Pekerja/Buruh dan Konfederasi Serikat Pekerja/Buruh.
Setidaknya terdapat 21 poin yang dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 meliputi sistem pengupahan, mekanisme hubungan kerja, jam kerja, tenaga kerja asing, dan lain-lain.
Implikasinya, terdapat dua poin yang seharusnya dijadikan acuan selain persoalan kelayakan nilai upah saat ini. Pertama, dasar penentuan upah tidak lagi mengacu pada PP 51/2023 yang hanya merumuskan upah berlandaskan pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Kedua, kembalinya pemberlakuan upah sektoral.
Terakhir, political will dari pemerintah untuk memenuhi hak dasar hidup para pekerja untuk menciptakan sistem pengupahan yang adil dan bermartabat bagi kelompok buruh akibat kurangnya regulasi pengupahan saat ini.
“Terkait karut-marut sistem pengupahan di Indonesia yang terjadi setiap akhir tahun, mestinya menjadi perhatian penting bagi pemerintah. Pemerintahan Prabowo – Gibran jangan hanya sekedar gimmick belaka, tapi wajib membuat kebijakan pengupahan buruh Indonesia dengan melibatkan unsur keterwakilan serikat buruh. Sistem pengupahan Indonesia harus segera direformasi total, dibuat adil, bermartabat dan melindungi kaum buruh. Sehingga perselisihan hak-hak normatif dan khususnya pelanggaran upah tidak lagi terjadi secara massif. Apalagi saat ini terjadi disparitas yang luar biasa upah buruh daerah satu dengan daerah lainnya, padahal kebutuhan hidup buruh antara daerah satu dengan lainnya tidak jauh berbeda”, jelas Sunarno Koordinator Presidium GEBRAK.
Perlu diketahui, Di tahun 2023 Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan mengeluarkan Peraturan Permenaker Nomor 5 Tahun 2023 tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan untuk sektor industri padat karya yang tujuannya adalah memotong upah buruh di sektor padat karya hingga 25% dari UMK yang berlaku di kota/kabupaten seluruh daerah.
Tindakan yang dilakukan oleh negara justru membuat situasi kehidupan ekonomi kaum buruh semakin jatuh kedalam jurang kemiskinan struktural dan menambah beban baru yang ditanggung oleh kaum buruh.
Rekomendasi MK yang meminta DPR merancang UU Ketenagakerjaan yang baru bisa dijadikan momentum untuk mendorong peraturan yang lebih berpihak kepada buruh. Termasuk dalam hal aturan dan sistem pengupahan yang lebih manusiawi. Sunarno menyatakan bahwa
“ upah adalah pendasaran dari suatu hubungan kerja antara buruh dengan pengusaha, sehingga menjadi penting bagi kita untuk segera membuat Undang-undang Pengupahan yang adil dan bermartabat bagi kaum buruh Indonesia”, tambahnya Sunarno.
Berdasarkan uraian di atas, Gerakan Buruh Bersama Rakyat (GEBRAK), menyampaikan tuntutan di aksi tanggal 20 November 2024, sebagai berikut:
- Naikan Upah Buruh tahun 2025 sebesar 25-30 persen
- Tolak pemberlakukan PP 51/2023 sebagai dasar penentuan upah
- Tolak Upah padat karya di bawah UMP/UMK
- Berlakukan kembali upah sektoral di seluruh kota/kabupaten
- Jalankan UMP/UMK tahun 2025 berdasarkan perhitungan Kebutuhan HIdup Layak (KHL)